exclusivemails.net

Pendanaan Teroris Berubah Pola

Polri menemukan modus baru dalam pendanaan kegiatan terorisme. Aliran dana bagi para teroris tidak lagi melalui transaksi perbankan, tetapi sudah berubah menjadi personal carry atau dibawa sendiri oleh pelaku teror. 

”Modusnya memang berubah, tidak lagi melalui transaksi perbankan karena rawan, tapi membawa sendiri uangnya,” ungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi di Jakarta kemarin. Dari hasil penyelidikan sementara, dana teroris mengalir melalui sel-sel yang merupakan jaringan baru. ”Sumber dananya itu bermacam- macam dan sel-sel baru dimanfaatkan untuk itu,”ujarnya. 
Perubahan pola aksi terorisme lainnya adalah pengaburan identitas untuk mengelabui masyarakat dan polisi. Sementara dari sisi ideologi tidak ada yang berubah. ”Kalau aktivitasnya terlihat berbeda, itu hanya untuk mengaburkan identitas untuk mempersulit penyelidikan,”tegasnya. Pemerhati masalah teroris Mardigu Wowiek Prasantyo menilai penyaluran dana yang tidak lagi menggunakan fasilitas perbankan adalah untuk menghindari pelacakan aparat kepolisian. 

”Ini sudah dilakukan oleh Imam Samudera,” ujar Mardigu kepada harian Seputar Indonesia (SI) kemarin. Dari beberapa kasus, kata dia, banyak ditemukan anggota jaringan teroris yang kedapatan membawa uang tunai mulai dari Rp5–10 juta. Bahkan dalam penyisiran pasukan gabungan di wilayah Aceh ditemukan tas ransel dan uang senilai Rp30 juta yang diduga akan digunakan untuk membiayai kegiatan teror. 

Dia menduga dana itu bisa berasal dari hasil merampok atau menjual ganja mengingat di Aceh banyak terdapat ladang ganja. Pola-pola ini serupa dengan metode yang dilakukan pejuang di Afghanistan dengan menjual opium sebagai sumber dana. Menurut Mardigu, pascapenindakan yang dilakukan aparat keamanan terhadap sejumlah tokoh teroris seperti Imam Samudera, Ali Imron,Dr Azahari,Noordin M Top, dan Dulmatin, ancaman serangan teroris berkurang sangat jauh. 

Penyebabnya, sedikit dari mereka yang memiliki keterampilan sebanding dengan gembong teroris tersebut. Meski demikian, jumlah orang yang mendukung kegiatan ini terus meningkat. Dalam pemberantasan terorisme, ujar Mardigu,yang perlu dilakukan adalah deradikalisasi para pelaku teroris yang tertangkap. Tidak ada gunanya melakukan penahanan jika tidak melakukan upaya deradikalisasi. 

Tidak sedikit dari mereka yang pernah ditangkap kembali menjadi teroris karena tidak adanya penanganan secara komprehensif. ”Salah satu contohnya adalah Air Setyawan, teroris yang tewas ditembak dalam penggerebekan di Jati Asih,Bekasi,”ujar Mardigu. 

Cara melakukan deradikalisasi teroris adalah dengan melakukan pembinaan baik ekonomi maupun pelatihan.Selain itu,perlu undangundang khusus teroris yang mengatur penanganan teroris secara komprehensif. ”UU Teroris yang ada sekarang hanya pada penanganan atau sanksi bagi para pelaku teror,masih fight the crime,” katanya. 

Tujuh Buron 

Sementara itu, pasukan gabungan Brimob Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Mabes Polri terus melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa anggota jaringan teroris yang melarikan diri dari kamp militer di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar. 

Mereka adalah Abu Yusuf alias Mustaqim, Ubaid alias Adi alias Jakfar, Ziad alias Deni Suramto alias Toriq,Tono alias Rahmad alias Bayu Seno,Pandu alias Abu Asma, Abu Rimba alias Munir alias Abu Uteuen,dan Usman alias Gito. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang mengatakan, Polri berupaya mengungkap tuntas jaringan teroris di Aceh.

Termasuk mengejar anggota jaringan teroris yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) serta caloncalon pelaku teror. ”Sebagian datanya sudah kita dapatkan serta kita selidiki dari mana aliran dana mereka” katanya. Dari informasi yang didapat polisi, kelompok teroris ini terindikasi melakukan rekrutmen atau penerimaan anggota teroris secara besar-besaran di sejumlah wilayah. 

Sayangnya, Edward enggan menjelaskan secara terperinci strategi dan metode penerimaan anggota teroris tersebut. Di sisi lain, Polri juga tengah mendalami keterkaitan berbagai kelompok teroris dalam poros Aceh–Pamulang yang memiliki latar belakang berbeda seperti Jamaah Islamiyah (JI), kelompok Darul Islam (DI) Banten, serta eks alumni Ambon dan Poso.”Kami menemukan unsur-unsur itu,”katanya. 

Seperti diketahui, ada beberapa pelaku teror baik yang ditangkap hidup-hidup maupun tewas memiliki latar belakang berbeda. Dulmatin misalnya adalah jaringan JI,Encang Kurnia alias Jaja merupakan jaringan DI Banten, serta pelaku teror lain pernah terlibat di konflik Ambon dan Poso. ”Tapi apakah memang mereka benar bersatu atau kebetulan, nanti masih didalami,” jelasnya. 

Sementara itu, dua jenazah teroris yang tewas ditembak di Aceh, yakni Encang Kurnia dan Puro Sudarmo, diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani autopsi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.Kedua jenazah diterbangkan dari Aceh sekitar pukul 11.55 WIB.

Sumber dari Seputar Indonesia



0 komentar:

Posting Komentar

Tukar Link Otomatis


ShoutMix chat widget